
Ketiadaan dan Keterpaksaan
Kesialan hari ini dimulai saat jam pertama kuliah. Pagi itu aku sedang semangat kuliah, karena aku tau dosen yang akan mengajar pada saat itu adalah dosen yang terkenal santai dalam menyampaikan materi. Dan karena hari itu adalah pertemuan pertama, tidak akan ada yang namanya materi. Aku tiba di kelas dan mencari posisi duduk yang enak. Kubuka netbook pinjaman dan mulai menulis, sekalian menunggu dosen.
30 menit berlalu namun pak dosen belum juga datang. Teman-teman kelas yang sudah tidak sabar menunggu akhirnya banyak yang keluar. Di kelas, hanya tinggal separoh saja yang bertahan. Aku sendiri juga sudah bosan menunggu, ide untuk menulis juga lagi seret. Untungnya ada Fahmi yang bertanya tentang majalah. Ia ingin mengambil majalah kampus untuk beberapa temannya. (Oh iya, aku dan fahmi tercatat sebagai anggota pers kampus). Akhirnya aku keluar dari ruangan itu, meninggalkan netbook pinjaman bersama dengan temanku yang lain di kelas (aku lupa namanya).
Aku dan Fahmi segera keluar menuju kantor UKK LPM Activita untuk mengambil majalah. Sudah lama rasanya aku tidak kesana. Terakhir aku menginjakkan kaki disana adalah sebelum tahun ajaran baru. Waktu itu aku menghabiskan waktu seengah hari disana untuk menyelesaikan layout majalah. Sebenarnya aku bukan layouter majalah. Meskipun aku sudah semester 4 (waktu itu), aku masih menjadi anggota baru, karena aku baru masuk saat semester 2. Karena tidak ada yang bisa layout, maka PU LPM mengajakku untuk menjadi layouter. Sebagai gantinya, aku mendapatkan bayaran yang lumayanlah untuk ukuran mahasiswa.
Oke, kembali ke cerita.
Kami masuk ke kantor itu. Disana tidak ada orang, akan tetapi komputer dan kipas angin masih menyala, pemandangan yang biasa aku lihat ketika memasuki kantor itu. Ternyata apa yang kami cari tidak ada disana. Majalah keluaran terbaru tidak ada, yang ada hanyalah sisa majalah edisi sebelumnya.
Meskipun tujuan pertama tidak berhasil, masih ada tujuan berikutnya. Aku sudah berjanji pada seorang teman untuk mengambilkan buku hadiah untuknya. FYI, LPM memberikan hadiah buku pada mahasiswa yang karyanya dimuat di majalah. Kulihat di dalam laci ada beberapa buku, sepertinya semuanya adalah hadiah untuk penulis di majalah. Kuambil 3 buku. Satu buku tentang bahasa inggris, satu buku humor, dan satu antologi puisi. Dua buku pertama untuk temanku, dan buku terakhir untukku. Kamipun keluar dari kantor, setelah sebelumnya fahmi mengambil (meminjam) satu buku milik kak Mawardi (PU LPM).
Karena di kantor tidak ada, pencarian kami lanjutkan ke Aula. Tapi, kantor HIMA PBS yang digunakan untuk menyimpan stok majalah ternyata dikunci. 2 orang pemuda yang sama-sama jomblo itu pun berjalan keluar. Bicara tentang masa lalu dan masa depan. Tentang kuliah, kerja, dan planning.
Dari pembicaraan itu, data yang selama ini kukumpulkan semakin jelas. Tidak semua mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris yang benar-benar serius untuk mendalami bahasa inggris. Beberapa (banyak) diantara mereka kuliah karena terpaksa. Aku sendiri memilih bahasa inggris karena tidak punya pilihan lain. Sebenarnya aku tertarik dengan Matematika dan Informatika. Sejak SD nilai matematikaku selalu bagus. Dan itu berlanjut hingga SMA. Sementara Informatika mulai menarik perhatianku saat aku SMP, dan waktu itu, untuk pertama kalinya aku menyentuh yang namanya Komputer (itupun hanya untuk bermain game).
Tapi impian tak selalu jadi kenyataan. Ada banyak pertimbangan yang kuperhitungkan sehingga aku memilih kuliah di STAIN Pamekasan. Dan di kampus ini, tidak ada yang namanya mata kuliah Matematika atau Informatika. Mungkin, kalau aku lebih berani untuk keluar, lepas dari orang tua, dan hidup sendiri, aku bisa saja kuliah sesuai keinginan. Tapi aku tidak melakukannya, karena aku tidak mau kuliah tanpa restu dari orang tua.
Fahmi punya cerita yang berbeda. Dari awal dia memang sudah memutuskan untuk kuliah di STAIN Pamekasan. Ia awalnya mengambil prodi PBA melalui jalur beasiswa. Tapi karena tidak lolos, akhirnya ia mengambil prodi TBI (yang merupakan program studi pilihan kedua saat ia mendaftar).
Banyak teman-temanku yang memiliki kisah serupa. Ada yang tidak fokus kuliah gara-gara itu, namun ada juga yang bisa melewatinya, menjalani pilihan yang sudah ditentukan, dan melakukan yang terbaik dengan prodi masing-masing. Dan, aku berusaha menjadi jenis yang kedua itu.
Sudah terlanjur, jadi jalani saja dengan sepenuh hati.
30 menit berlalu namun pak dosen belum juga datang. Teman-teman kelas yang sudah tidak sabar menunggu akhirnya banyak yang keluar. Di kelas, hanya tinggal separoh saja yang bertahan. Aku sendiri juga sudah bosan menunggu, ide untuk menulis juga lagi seret. Untungnya ada Fahmi yang bertanya tentang majalah. Ia ingin mengambil majalah kampus untuk beberapa temannya. (Oh iya, aku dan fahmi tercatat sebagai anggota pers kampus). Akhirnya aku keluar dari ruangan itu, meninggalkan netbook pinjaman bersama dengan temanku yang lain di kelas (aku lupa namanya).
Aku dan Fahmi segera keluar menuju kantor UKK LPM Activita untuk mengambil majalah. Sudah lama rasanya aku tidak kesana. Terakhir aku menginjakkan kaki disana adalah sebelum tahun ajaran baru. Waktu itu aku menghabiskan waktu seengah hari disana untuk menyelesaikan layout majalah. Sebenarnya aku bukan layouter majalah. Meskipun aku sudah semester 4 (waktu itu), aku masih menjadi anggota baru, karena aku baru masuk saat semester 2. Karena tidak ada yang bisa layout, maka PU LPM mengajakku untuk menjadi layouter. Sebagai gantinya, aku mendapatkan bayaran yang lumayanlah untuk ukuran mahasiswa.
Oke, kembali ke cerita.
Kami masuk ke kantor itu. Disana tidak ada orang, akan tetapi komputer dan kipas angin masih menyala, pemandangan yang biasa aku lihat ketika memasuki kantor itu. Ternyata apa yang kami cari tidak ada disana. Majalah keluaran terbaru tidak ada, yang ada hanyalah sisa majalah edisi sebelumnya.
Meskipun tujuan pertama tidak berhasil, masih ada tujuan berikutnya. Aku sudah berjanji pada seorang teman untuk mengambilkan buku hadiah untuknya. FYI, LPM memberikan hadiah buku pada mahasiswa yang karyanya dimuat di majalah. Kulihat di dalam laci ada beberapa buku, sepertinya semuanya adalah hadiah untuk penulis di majalah. Kuambil 3 buku. Satu buku tentang bahasa inggris, satu buku humor, dan satu antologi puisi. Dua buku pertama untuk temanku, dan buku terakhir untukku. Kamipun keluar dari kantor, setelah sebelumnya fahmi mengambil (meminjam) satu buku milik kak Mawardi (PU LPM).
Karena di kantor tidak ada, pencarian kami lanjutkan ke Aula. Tapi, kantor HIMA PBS yang digunakan untuk menyimpan stok majalah ternyata dikunci. 2 orang pemuda yang sama-sama jomblo itu pun berjalan keluar. Bicara tentang masa lalu dan masa depan. Tentang kuliah, kerja, dan planning.
Dari pembicaraan itu, data yang selama ini kukumpulkan semakin jelas. Tidak semua mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris yang benar-benar serius untuk mendalami bahasa inggris. Beberapa (banyak) diantara mereka kuliah karena terpaksa. Aku sendiri memilih bahasa inggris karena tidak punya pilihan lain. Sebenarnya aku tertarik dengan Matematika dan Informatika. Sejak SD nilai matematikaku selalu bagus. Dan itu berlanjut hingga SMA. Sementara Informatika mulai menarik perhatianku saat aku SMP, dan waktu itu, untuk pertama kalinya aku menyentuh yang namanya Komputer (itupun hanya untuk bermain game).
Tapi impian tak selalu jadi kenyataan. Ada banyak pertimbangan yang kuperhitungkan sehingga aku memilih kuliah di STAIN Pamekasan. Dan di kampus ini, tidak ada yang namanya mata kuliah Matematika atau Informatika. Mungkin, kalau aku lebih berani untuk keluar, lepas dari orang tua, dan hidup sendiri, aku bisa saja kuliah sesuai keinginan. Tapi aku tidak melakukannya, karena aku tidak mau kuliah tanpa restu dari orang tua.
Fahmi punya cerita yang berbeda. Dari awal dia memang sudah memutuskan untuk kuliah di STAIN Pamekasan. Ia awalnya mengambil prodi PBA melalui jalur beasiswa. Tapi karena tidak lolos, akhirnya ia mengambil prodi TBI (yang merupakan program studi pilihan kedua saat ia mendaftar).
Banyak teman-temanku yang memiliki kisah serupa. Ada yang tidak fokus kuliah gara-gara itu, namun ada juga yang bisa melewatinya, menjalani pilihan yang sudah ditentukan, dan melakukan yang terbaik dengan prodi masing-masing. Dan, aku berusaha menjadi jenis yang kedua itu.
Sudah terlanjur, jadi jalani saja dengan sepenuh hati.
0 Response to "Ketiadaan dan Keterpaksaan"
Posting Komentar
Apa pendapatmu tentang tulisan ini?