
Sampul kehidupan
Di sudut kantin itu aku memulai hari ini. Bersama segelas kopi panas dan laptop di depan mata. Tak ada yang special di pagi ini. Semua sama, seperti hari-hari yang lain. Beberapa orang duduk di sampingku. Tampaknya mereka adalah mahasiswa baru. Tampak dari raut wajahnya yang masih fresh, belum terbebani oleh padatnya jadwal kuliah. Satu dari mereka berwajah ceria. Tampaknya dia sangat bersemangat untuk memulai hari. Tak ada yang menyadari bahwa di balik senyumnya yang dipaksakan itu terdapat segudang masalah yang bertumpuk. Setidaknya itu menurutku, yang telah mengalami kejadian seperti itu.
Kita tidak pernah tau apa yang dirasakan oleh orang lain. Bahkan, sekalipun kita tau apa yang dialaminya, kita tidak benar-benar tau. Karena kita berada dalam posisi yang berbeda, sudut pandang yang berbeda, pengalamannya pun juga beda. Mungkin saja orang yang terlihat bahagia sebenarnya mengalami konflik yang tidak ingin ia ceritakan pada orang lain. Ia lebih memilih untuk menyimpannya sendiri, karena ia tidak ingin membebani orang lain dengan masalahnya sendiri. Dan mungkin orag yang tidak pernah tersenyum sebenarnya bahagia, tapi tidak tau cara megungkapkan kebahagiaannya.
Teman di sebelahnya mulai nyeletuk dan menanyakan mengapa ia seperti tidak punya masalah sama sekali. Diapun hanya tersenyum dan keluar dari kantin bersama teman-temannya yang lain. Nampaknya mereka telah selesai sarapan.
Di belakangku ada Sisca (nama samara), cewek yang menurut kebanyakan orang anti-sosial. Tuduhan ini cukup beralasan. Pasalnya Sisca jarang sekali berkomunikasi dengan yang lain. Cowok juga sepertinya makhluk yang dihindarinya. Sekali lagi, itu menurut pandangan kebanyakan orang. Padahal aku cukup mengenalnya, meskipun tidak begitu dekat. Aku pernah sekelas dengannya selama setahun. Ia memang pemalu. Ia jarang berinteraksi dengan teman-teman di luar kelasnya. Tapi ia bukan anti-sosial. Kami juga pernah berada dalam satu komunitas di luar kampus. Dan kulihat ia cukup bisa membaur dengan cewek lain dalam komunitas tersebut. Dan interaksinya adalah interaksi yang sehat. Bukan interaksi yang hanya sekedar have fun tidak jelas seperti kebanyakan ABG.
Sisca memang terlihat anti kepada makhluk yang namanya cowok. Namun itu ia lakukan semata-mata untuk menjaga jarak dengan orang yang bukan muhrimnya. Apakah itu salah? Apa lebih baik orang yang menghilangkan pembatas antara laki-laki dan perempuan?
Inilah yang namanya ironi. Kadang sesuatu yang tujuannya baik malah dianggap aneh oleh kebanyakan orang. Orang yang mau menolong dikatakan ‘sok baik’. Orang yang memberikan nasehat dibilang ‘sok bijak’. Orang yang selalu mengingatkan dalam hal kebaikan dibilang ‘sok suci’. Sedangkan orang yang mengikuti gaya barat dianggap ‘gaul’. Orang yang mengumbar rayuan pada tiap wanita dibilang ‘romantis’. Dan orang yang selalu bekerjasama ketika ujian dikatakan ‘setia kawan’.
Hidup memang kejam. Begitulah scenario yang sudah dirancang oleh sang pencipta. Tuhan bukan ingin menyiksa manusia. Justru sebaliknya. Dengan kehidupan yang kejam ini, manusia akan belajar untuk tegar. Tegar menghadapi kekejaman hidup.
Hidup akan selalu terasa kejam bagi manusia-manusia cengeng. Bagi manusia yang tegar, kekejaman itu hanyalah angin lalu yang akan ia lewati demi mencapai tujuan hidup yang hakiki.
Kita tidak pernah tau apa yang dirasakan oleh orang lain. Bahkan, sekalipun kita tau apa yang dialaminya, kita tidak benar-benar tau. Karena kita berada dalam posisi yang berbeda, sudut pandang yang berbeda, pengalamannya pun juga beda. Mungkin saja orang yang terlihat bahagia sebenarnya mengalami konflik yang tidak ingin ia ceritakan pada orang lain. Ia lebih memilih untuk menyimpannya sendiri, karena ia tidak ingin membebani orang lain dengan masalahnya sendiri. Dan mungkin orag yang tidak pernah tersenyum sebenarnya bahagia, tapi tidak tau cara megungkapkan kebahagiaannya.
Teman di sebelahnya mulai nyeletuk dan menanyakan mengapa ia seperti tidak punya masalah sama sekali. Diapun hanya tersenyum dan keluar dari kantin bersama teman-temannya yang lain. Nampaknya mereka telah selesai sarapan.
Di belakangku ada Sisca (nama samara), cewek yang menurut kebanyakan orang anti-sosial. Tuduhan ini cukup beralasan. Pasalnya Sisca jarang sekali berkomunikasi dengan yang lain. Cowok juga sepertinya makhluk yang dihindarinya. Sekali lagi, itu menurut pandangan kebanyakan orang. Padahal aku cukup mengenalnya, meskipun tidak begitu dekat. Aku pernah sekelas dengannya selama setahun. Ia memang pemalu. Ia jarang berinteraksi dengan teman-teman di luar kelasnya. Tapi ia bukan anti-sosial. Kami juga pernah berada dalam satu komunitas di luar kampus. Dan kulihat ia cukup bisa membaur dengan cewek lain dalam komunitas tersebut. Dan interaksinya adalah interaksi yang sehat. Bukan interaksi yang hanya sekedar have fun tidak jelas seperti kebanyakan ABG.
Sisca memang terlihat anti kepada makhluk yang namanya cowok. Namun itu ia lakukan semata-mata untuk menjaga jarak dengan orang yang bukan muhrimnya. Apakah itu salah? Apa lebih baik orang yang menghilangkan pembatas antara laki-laki dan perempuan?
Inilah yang namanya ironi. Kadang sesuatu yang tujuannya baik malah dianggap aneh oleh kebanyakan orang. Orang yang mau menolong dikatakan ‘sok baik’. Orang yang memberikan nasehat dibilang ‘sok bijak’. Orang yang selalu mengingatkan dalam hal kebaikan dibilang ‘sok suci’. Sedangkan orang yang mengikuti gaya barat dianggap ‘gaul’. Orang yang mengumbar rayuan pada tiap wanita dibilang ‘romantis’. Dan orang yang selalu bekerjasama ketika ujian dikatakan ‘setia kawan’.
Hidup memang kejam. Begitulah scenario yang sudah dirancang oleh sang pencipta. Tuhan bukan ingin menyiksa manusia. Justru sebaliknya. Dengan kehidupan yang kejam ini, manusia akan belajar untuk tegar. Tegar menghadapi kekejaman hidup.
Hidup akan selalu terasa kejam bagi manusia-manusia cengeng. Bagi manusia yang tegar, kekejaman itu hanyalah angin lalu yang akan ia lewati demi mencapai tujuan hidup yang hakiki.
0 Response to "Sampul kehidupan"
Posting Komentar
Apa pendapatmu tentang tulisan ini?