
Pulau Talango, Pulaunya Pulau Madura
Mentari masih belum muncul saat aku berjalan pagi menuju kampus. Jam 5, masih sepi seperti biasanya. Bedanya, pagi ini bis kampus sudah mulai dipanaskan oleh petugas dan supirnya. Suara bis mengagetkanku yang sedang tiduran di masjid kampus. Mataku mmang membutuhkan istirahat tambahan, semalam aku mondar-mandir mencari kunci sepeda motor yang terjatuh di jalan –yang baru aku sadar kalau hilang saat puang dari kopdar bersama tretan plat-m.
Meski mata masih remang-remang, aku bergegas bangun dan melemaskan badan. Tak jauh dari tempatku salah satu kaderku sedang duduk sendirian, dengan kopiah yang selalu menempel di kepalanya. Sebenarnya ini sudah lewat dari jadwal yang telah ditetapkan. Sesuai kesepakatan,semua peserta Diklat Jurnalistik Tingkat Lanjut (DJTD) harus berkumpul di kampus pada pukul 5 pagi. Waktu sudah lewat dari jam 5, sementara yang ada di kampus cuma beberapa panitia dan peserta (panitianya juga telat -_- ).
Meski agak lama, akhirnya semua peserta dan panitia berkumpul. For Your Information (FYI), DJTL ini diadakan oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Activita STAIN Pamekasan, sebagai bentuk kaderisasi anggota baru agar lebih memahami kegiatan jurnalistik. DJTL tahun ini mengambil tempat di Pulau Talango-Sumenep. Disana, para peserta akan dilepas untuk melakukan investigasi. Mereka ditugaskan untuk melakukan observasi terkait dengan tma yang telah ditentukan sesuai dengan kelompoknya. Selama dua hari para peserta akan mempraktekkan ilmu tentang investigasi yang telah mereka dapatkan.
Setelah berfoto-foto ria, semuanya naik bis kampus. Sementara aku menaiki motor titipan seorang teman, meninggalkan mereka semua yang sibuk berebut tempat dalam bis. Tak lupa aku rebut kamera DSLR Nikon dari tangan panitia, dengan alasan yang masuk akal tentunya. Aku memang tidak ikut bareng mereka pagi ini. Masih ada hal yang harus aku urus sebelum menuju Pulau Talango. Rencananya, aku akan ke Talango pada siang harinya bersama Fahmi.
Hari sudah agak siang di Pamekasan. Aku masih menunggu dengan sabar kedatangan ahli kunci di kantornya. Kantor ahli kunci ini sederhana, tampak seperti warung biasa. Tapi yang dijual bukanlah makanan, melainkan bermacam-macam kunci, ornamen dan aksesoris, serta layanan duplikat dan perbaikan. Menurutku penyebutan ‘kantor’ tidak hanya untuk mereka yang bekerja dengan memakai seragam. Ahli kunci juga punya kantor. Bahkan tukang becak juga punya antor mereka sendiri, yang lebih dikenal dengan sebutan ‘tempat mangkal’.
Aku menghilangkan kunci sepeda motor temenku. Sepedanya dititipkan padaku karena yang bersangkutan sedang pergi ke luar Madura. Semalam, setelah kopdar pertama bersama tretan plat-m bangkalan dan pamekasan, aku langsung menuju kampus untuk menghabiskan waktu. Tak lama kemudian aku sadar kalau ‘contact’ sepeda sudah raib. Alhasil aku kembali lagi ke tempat kopdar plat-m untuk menelusuri jejak keberadaan kunci sepeda motor. Selama satu jam aku keliling tanpa hasil apapun. Bukannya menemukan kunci, malah flashdisk ku juga lenyap.
Setelah berlam-lama, akhirnya ahli kunci datang juga. Tak butuh waktu lama, 5 menit bekerja duplikat kunci sudah di tangan. Jika seandainya birokrat dan penguasa negeri ini bekerja secepat ahli kunci, mungkin sudah sejak lama Indonesia menjadi negara maju. Seandainya. Kunci di tangan, saatnya meluncur ke Hotel Madinah. Saat ini disana sedang ada Workshop Research Method of Classroom Action Research. Bahasa kerennya, Workshop tentang PTK (Penelitian Tindakan Kelas) dengan pemateri Profesor Adnan Latif. Yang gak tau pa Adnan, buka google deh. Sebagai seorang jurnalis kampus, aku gampang saja nyelonong masuk ke tempat workshop. Yang hadir kebanyakan adalah dosen Prodi Bahasa Inggris, hadir juga beberapa dosen prodi lain. Inilah salah satu hal yang aku suka saat menjadi seorang wartawan, bisa mengikuti kegiatan apapun yang diadakan oleh kampus. Sebagai tambahan, bisa makan gratis selesai kegiatan, prasmanan gitu bung. :D
Selepas workshop aku sempat wawancara dengan Pak Adnan. Tak lupa aku abadikan moment itu dengan foto bersama beliau.
Dzuhur sudah tiba. Aku keluar dari Hotel Madinah dan meluncur ke Masjid Jami’ untuk shalat dzuhur –meninggalkan sajian prasmanan yang menggoda. Aku ingat kalau aku harus menyusul teman-teman ke Pulau Talango siang ini.
Selepas shalat dhuhur aku bergegas menuju kampus. Karena aku akan pergi ke Talango, aku harus menitipkan sepeda motor ke kosan teman yang ada di sekitar kampus. Setelah makan dan menitipkan motor, aku hentikan bis mini dan melaju ke terminal lama, tempat janjian aku dengan Fahmi. Dengan raut wajah yang kesal, aku turun di pertigaan gurem dan memutar perjalanan kembali ke terminal baru di dekat kampusku. Fahmi ada di terminal lama. Dia bilang ia lebih suka naik bis daripada bis mini. Aku sih manut aja, karena sebenarnya aku juga berpikiran hal yang sama. Sebagai penumpang bis mini yang sudah berpengalaman dalam dunia angkutan umum, aku tau benar kalau naik bis mini dalam perjalanan yang panjang tidak mengenakkan. Sering berhenti, sesak dan berdesakan, dan yang paling parah jika terjadi ‘operan’ selama perjalanan.
Setelah menunggu sekian lama dan mengisi perut dengan sebungkus pentol –dan juga bolak-balik ngenterin kontak duplikat ke kosan temen- kami berangkat ke sumenep. Our litle trip began. Sudah lama rasanya kau tidak naik bis seperti ini. Biasanya aku naik bis mini kalau mau bertandang ke suatu tempat. Ternyata memang jauh lebih nyaman di bis. Nyaman, tenang, dan gak ada oper sana oper sini. Kita juga bisa membeli aneka makanan dan minuman yang disediakan oleh pedagang asongan. Semakin lengkap dengan iringan music dari pengamen-pengamen lokal. Fasilitas-fasilitas tersebut tidak akan kita dapatkan jika berada di bis mini.
Sudah beberapa jam berlalu, kita sudah tiba di terminal sumenep. Jika dibandingkan dengan terminal pamekasan, terminal disini lebih luas dan indah. Bangunannya tertata rapi dan asri. Well, it’s not my business. Setelah shalat, untuk menghemat ongkos kami jalan kaki ke tempat mangkal angkot. Jaraknya lumayan jauh, lebih dari 1 km. Biar ada kerjaan, di sepanjang perjalanan aku gunakan DSLR untuk mengabadikan gambar-gambar sekitar.
Saat tiba disana kami harus menghadapi kendala lain. Waktu sudah lebih dari pukul 5 sore, dan sangat sulit menemukan angkot pada waktu tersebut. Kami menunggu dan berjalan untuk waktu yang lama. Sampai akhirnya pertolongan tiba. Setlah kami ngobrol sejenak dengan warga sekitar, ada warga yang mau mengantarkan kami ke pelabuhan kalianget dengan sepeda motor. Kami pun tidak mau menolaknya. Ternyata jaraknya lebih jauh dari yang aku perkirakan. Untung saja kami tidak harus berjalan kaki. Kalau sampai terjadi, bisa-bisa kaki kami loyo karena kecapean.
Pelabuhan kalianget tlah di depan mata. Semburat cahaya matahri senja menghiasi kapal-kapal penyeberangan yang sedang menurunkan penumpang. Kami pamit dan mengucapkan terima kasih kepada orang yang mengantar kami. Tak lupa kami berikan ongkos utuk mengganti uang bensin. Here we go, Pulau Talango sebentar lagi akan kami jajaki. Sebelum itu, kami harus naik kapal penyeberangan, masyarakat sekitar menyebutnya Tongkang. Ini untuk pertama kalinya aku melakukan perjalanan dengan menggunakan kapal penyeberangan semacam ini.
Pemandangan laut di senja hari cukup untuk membayar letih yang kami dapatkan selama perjalanan. Selama beberapa menit peralihan senja ke malam hari begitu memukau mata. Tak terasa beberapa detik kemudian tongkang sudah tiba di pelabuhan seberang. Kami sudah tiba di Pulau Talango.
Kami seperti dua orang musafir yang buta arah, tidak tau jalan. Langkah kami juga sudah gontai, tak kuasa menahan letih. Untung saja pertolongan lain datang menghampiri kami. Seorang teman kampus yang kebetulan ada di Talango mengajak kami membonceng motornya. Beberapa menit kami melewati jalanan yang panjang dengan sedikit belokan. Kalau saja temanku ini tidak datang menawarkan tumpangan, mungkin kaki kami sudah melepuh. Perjalanan dari pelabuhan ke asta sayyid yusuf benar-benar jauh.
Setelah tiba di lokasi dan mengucapkan terima kasih kepada tukang ojek gratis, kami melahap semangkok bakso di depan pintu masuk astah. Lapar benar-benar menguasaiku. Dengan buasnya aku santap habis pentol demi pentol. Tak sampai 5 menit semua yang ada di mangkok sudah raib tak bersisa. Memang benar, makan di saat perut sangat lapar sungguh terasa nikmat.
Meski mata masih remang-remang, aku bergegas bangun dan melemaskan badan. Tak jauh dari tempatku salah satu kaderku sedang duduk sendirian, dengan kopiah yang selalu menempel di kepalanya. Sebenarnya ini sudah lewat dari jadwal yang telah ditetapkan. Sesuai kesepakatan,semua peserta Diklat Jurnalistik Tingkat Lanjut (DJTD) harus berkumpul di kampus pada pukul 5 pagi. Waktu sudah lewat dari jam 5, sementara yang ada di kampus cuma beberapa panitia dan peserta (panitianya juga telat -_- ).
Meski agak lama, akhirnya semua peserta dan panitia berkumpul. For Your Information (FYI), DJTL ini diadakan oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Activita STAIN Pamekasan, sebagai bentuk kaderisasi anggota baru agar lebih memahami kegiatan jurnalistik. DJTL tahun ini mengambil tempat di Pulau Talango-Sumenep. Disana, para peserta akan dilepas untuk melakukan investigasi. Mereka ditugaskan untuk melakukan observasi terkait dengan tma yang telah ditentukan sesuai dengan kelompoknya. Selama dua hari para peserta akan mempraktekkan ilmu tentang investigasi yang telah mereka dapatkan.
Setelah berfoto-foto ria, semuanya naik bis kampus. Sementara aku menaiki motor titipan seorang teman, meninggalkan mereka semua yang sibuk berebut tempat dalam bis. Tak lupa aku rebut kamera DSLR Nikon dari tangan panitia, dengan alasan yang masuk akal tentunya. Aku memang tidak ikut bareng mereka pagi ini. Masih ada hal yang harus aku urus sebelum menuju Pulau Talango. Rencananya, aku akan ke Talango pada siang harinya bersama Fahmi.
Hari sudah agak siang di Pamekasan. Aku masih menunggu dengan sabar kedatangan ahli kunci di kantornya. Kantor ahli kunci ini sederhana, tampak seperti warung biasa. Tapi yang dijual bukanlah makanan, melainkan bermacam-macam kunci, ornamen dan aksesoris, serta layanan duplikat dan perbaikan. Menurutku penyebutan ‘kantor’ tidak hanya untuk mereka yang bekerja dengan memakai seragam. Ahli kunci juga punya kantor. Bahkan tukang becak juga punya antor mereka sendiri, yang lebih dikenal dengan sebutan ‘tempat mangkal’.
Aku menghilangkan kunci sepeda motor temenku. Sepedanya dititipkan padaku karena yang bersangkutan sedang pergi ke luar Madura. Semalam, setelah kopdar pertama bersama tretan plat-m bangkalan dan pamekasan, aku langsung menuju kampus untuk menghabiskan waktu. Tak lama kemudian aku sadar kalau ‘contact’ sepeda sudah raib. Alhasil aku kembali lagi ke tempat kopdar plat-m untuk menelusuri jejak keberadaan kunci sepeda motor. Selama satu jam aku keliling tanpa hasil apapun. Bukannya menemukan kunci, malah flashdisk ku juga lenyap.
Setelah berlam-lama, akhirnya ahli kunci datang juga. Tak butuh waktu lama, 5 menit bekerja duplikat kunci sudah di tangan. Jika seandainya birokrat dan penguasa negeri ini bekerja secepat ahli kunci, mungkin sudah sejak lama Indonesia menjadi negara maju. Seandainya. Kunci di tangan, saatnya meluncur ke Hotel Madinah. Saat ini disana sedang ada Workshop Research Method of Classroom Action Research. Bahasa kerennya, Workshop tentang PTK (Penelitian Tindakan Kelas) dengan pemateri Profesor Adnan Latif. Yang gak tau pa Adnan, buka google deh. Sebagai seorang jurnalis kampus, aku gampang saja nyelonong masuk ke tempat workshop. Yang hadir kebanyakan adalah dosen Prodi Bahasa Inggris, hadir juga beberapa dosen prodi lain. Inilah salah satu hal yang aku suka saat menjadi seorang wartawan, bisa mengikuti kegiatan apapun yang diadakan oleh kampus. Sebagai tambahan, bisa makan gratis selesai kegiatan, prasmanan gitu bung. :D
Selepas workshop aku sempat wawancara dengan Pak Adnan. Tak lupa aku abadikan moment itu dengan foto bersama beliau.
Dzuhur sudah tiba. Aku keluar dari Hotel Madinah dan meluncur ke Masjid Jami’ untuk shalat dzuhur –meninggalkan sajian prasmanan yang menggoda. Aku ingat kalau aku harus menyusul teman-teman ke Pulau Talango siang ini.
Selepas shalat dhuhur aku bergegas menuju kampus. Karena aku akan pergi ke Talango, aku harus menitipkan sepeda motor ke kosan teman yang ada di sekitar kampus. Setelah makan dan menitipkan motor, aku hentikan bis mini dan melaju ke terminal lama, tempat janjian aku dengan Fahmi. Dengan raut wajah yang kesal, aku turun di pertigaan gurem dan memutar perjalanan kembali ke terminal baru di dekat kampusku. Fahmi ada di terminal lama. Dia bilang ia lebih suka naik bis daripada bis mini. Aku sih manut aja, karena sebenarnya aku juga berpikiran hal yang sama. Sebagai penumpang bis mini yang sudah berpengalaman dalam dunia angkutan umum, aku tau benar kalau naik bis mini dalam perjalanan yang panjang tidak mengenakkan. Sering berhenti, sesak dan berdesakan, dan yang paling parah jika terjadi ‘operan’ selama perjalanan.
Setelah menunggu sekian lama dan mengisi perut dengan sebungkus pentol –dan juga bolak-balik ngenterin kontak duplikat ke kosan temen- kami berangkat ke sumenep. Our litle trip began. Sudah lama rasanya kau tidak naik bis seperti ini. Biasanya aku naik bis mini kalau mau bertandang ke suatu tempat. Ternyata memang jauh lebih nyaman di bis. Nyaman, tenang, dan gak ada oper sana oper sini. Kita juga bisa membeli aneka makanan dan minuman yang disediakan oleh pedagang asongan. Semakin lengkap dengan iringan music dari pengamen-pengamen lokal. Fasilitas-fasilitas tersebut tidak akan kita dapatkan jika berada di bis mini.
Sudah beberapa jam berlalu, kita sudah tiba di terminal sumenep. Jika dibandingkan dengan terminal pamekasan, terminal disini lebih luas dan indah. Bangunannya tertata rapi dan asri. Well, it’s not my business. Setelah shalat, untuk menghemat ongkos kami jalan kaki ke tempat mangkal angkot. Jaraknya lumayan jauh, lebih dari 1 km. Biar ada kerjaan, di sepanjang perjalanan aku gunakan DSLR untuk mengabadikan gambar-gambar sekitar.
Saat tiba disana kami harus menghadapi kendala lain. Waktu sudah lebih dari pukul 5 sore, dan sangat sulit menemukan angkot pada waktu tersebut. Kami menunggu dan berjalan untuk waktu yang lama. Sampai akhirnya pertolongan tiba. Setlah kami ngobrol sejenak dengan warga sekitar, ada warga yang mau mengantarkan kami ke pelabuhan kalianget dengan sepeda motor. Kami pun tidak mau menolaknya. Ternyata jaraknya lebih jauh dari yang aku perkirakan. Untung saja kami tidak harus berjalan kaki. Kalau sampai terjadi, bisa-bisa kaki kami loyo karena kecapean.
Pelabuhan kalianget tlah di depan mata. Semburat cahaya matahri senja menghiasi kapal-kapal penyeberangan yang sedang menurunkan penumpang. Kami pamit dan mengucapkan terima kasih kepada orang yang mengantar kami. Tak lupa kami berikan ongkos utuk mengganti uang bensin. Here we go, Pulau Talango sebentar lagi akan kami jajaki. Sebelum itu, kami harus naik kapal penyeberangan, masyarakat sekitar menyebutnya Tongkang. Ini untuk pertama kalinya aku melakukan perjalanan dengan menggunakan kapal penyeberangan semacam ini.
Pemandangan laut di senja hari cukup untuk membayar letih yang kami dapatkan selama perjalanan. Selama beberapa menit peralihan senja ke malam hari begitu memukau mata. Tak terasa beberapa detik kemudian tongkang sudah tiba di pelabuhan seberang. Kami sudah tiba di Pulau Talango.
Kami seperti dua orang musafir yang buta arah, tidak tau jalan. Langkah kami juga sudah gontai, tak kuasa menahan letih. Untung saja pertolongan lain datang menghampiri kami. Seorang teman kampus yang kebetulan ada di Talango mengajak kami membonceng motornya. Beberapa menit kami melewati jalanan yang panjang dengan sedikit belokan. Kalau saja temanku ini tidak datang menawarkan tumpangan, mungkin kaki kami sudah melepuh. Perjalanan dari pelabuhan ke asta sayyid yusuf benar-benar jauh.
Setelah tiba di lokasi dan mengucapkan terima kasih kepada tukang ojek gratis, kami melahap semangkok bakso di depan pintu masuk astah. Lapar benar-benar menguasaiku. Dengan buasnya aku santap habis pentol demi pentol. Tak sampai 5 menit semua yang ada di mangkok sudah raib tak bersisa. Memang benar, makan di saat perut sangat lapar sungguh terasa nikmat.
0 Response to "Pulau Talango, Pulaunya Pulau Madura"
Posting Komentar
Apa pendapatmu tentang tulisan ini?