
Menunggu dan Kehilangan: H-2 Kelas Inspirasi Sampang
Masih tentang Kelas Inspirasi Sampang. Hari Inspirasi tinggal 2 hari lagi. Hari ini panitia akan berkumpul untuk membicarakan teknis lapangan serta persiapan yang telah dilakukan. Bis mini yang aku tumpangi membawaku dari Pamekasan menuju Sampang, tepatnya di Desa Pliyang Kecamatan Tanggumong. Aku turun tepat di seberang rumah Nafiz yang menjadi basecamp rapat hari ini. Dari kejauhan aku mengintip, dan rupanya masih sepi, belum ada panitia yang datang. Sembari menunggu, aku beli air di warung terdekat.
Saat aku berbalik, tiba-tiba muncul seorang remaja cewek dengan baju yang kotor seolah tak pernah dicuci. Pemilik warung bilang kalau dia itu tidak waras. Sialnya, si dia mengikuti aku terus. Karena iseng, kuabadikan saja penampakannya tersebut.
Aku pun menyeberang jalan. Cukup lama aku menunggu di trotoar. Aku yang mau nyyelonong masuk ke rumahnya Nafiz enggan, karena sepertinya dia juga belum pulang dari Surabaya. Penduduk sekitar menghampiriku dan mengajak ngobrol, mungkin kasihan karena dari tadi aku duduk sendiri. Selama hampir setengah jam aku diam melihat lalu lalang kendaraan.
Bis mini berhenti tepat di depanku. Kemudian keluarlah seorang cewek yang tak lain adalah Nafiz. Dia sepertinya tak melihatku yang saat itu sedang menjawab telepon. Belasan menit kemudian aku naik ke rumahnya (naik, karena ada tanjakan menuju rumahnya), setelah sebelumnya ke masjid terdekat untuk membuang cairan tubuh. Di masjid Pliyang ternyata kekurangan air.
Di rumah Nafiz ternyata sudah ada Akhror. Beberapa menit kemudian Rohim, Hasan, Bandi, Afif, dan Nora, Rendi serta Alvin datang. Rapat dimulai. Secara garis besar kami membicarakan persiapan masing-masing rombel (rombongan belajar). Rombelku ada di SDN Tanggumong 2 yang tidak jauh dari tempat rapat.
Beberapa hari sebelumnya aku sudah berkunjung ke SD tersebut untuk berkenalan dengan dewan guru dan kepsek, melihat situasi sekolah, serta menyamakan pikiran pada saat hari inspirasi nanti. Kepala sekolah sangat antusias dengan gerakan ini. Bahkan sepertinya ia ingin agar semua kelas didatangi oleh relawan pengajar. Karena tiap kelas siswanya tak lebih dari 20 orang, dan juga karena antusias yang tinggi dari kepala sekolah dan guru, maka kami memutuskan untuk menggabungkan kelas. Dua kelas jadi satu.
Masalah yang dihadapi tiap rombel relatif sama. Kurang adanya komunikasi dengan relawan pengajar, relawan pengajar yang mengundurkan diri, dan panitia yang serba kekurangan dalam hal jumlah. Rombelku sendiri ada 4 panitia dan 4 relawan pengajar. Sialnya, aku masih belum tau apakah bisa datang pada hari H atau tidak. Hal itu karena hari inspirasi bersamaan dengan pembekalan Praktek Mengajar.
Untuk itu, aku telepon dosen pembina. Dosen pembina yang pertama, bu Henny merespon baik, tapi menyuruhku untuk bilang ke dosen pembina yang ke2, yakni Pak Buna’i. Setelah aku mengutarakan maksudku menelepon, beliau dengan tegas menyuruh aku untuk memilih. Praktek Mengajar, atau Kegiatanku di Sampang.
Dengan berat hati aku bilang pada teman-teman, kalau aku tidak bisa datang pagi saat hari H. Kemungkinan jam 9-an (itupun aku juga masih belum yakin).
Rujak selalu menjadi menu penutup dalam setiap rapat kami. Kali ini rujak mangga. Untuk mengganjal perut yang mulai keroncongan, kulahap saja rujak yang lumayan asam itu. Tak butuh waktu lama, pasukan pelahap rujak berhasil menuntaskan tugasnya memberantas rujak di cobek.
Setelah membicarakan perlengkapan untuk hari H, satu per satu panitia pulang. Aku juga pamit dan menghentikan laju bis mini, merangsek masuk dan berdesak-desakan dengan penumpang lainnya. Rasa capek yang mendera dtambah dengan sempitnya ruang bagiku membuatku susah bernapas. Setelah ruang agak lebar, aku terlelap di bangku bagian belakang, membiarkan angin membelai wajah lusuhku dai balik jendela.
Selama lebih dari setengah jam aku terbuai dalm tidur pendekku. Pamekasan sudah di depan mata. Aku harus terjaga agar tidak ‘telambes’. Aku ambil dompet, mengambil ongkos dan turun tepat di depan kampus. Sejurus kemudian aku hampiri warnet dan bermain dengan internet: membaca manga, facebookan, twiteran, buka emal, blogging dan aktivitas dunia maya lainnya.
Aku terperanjat saat mau meraba celana. Kantong belakang kosong. Dompetku lenyap. Di tas juga tidak ada. Saat itu aku sempat kebingungan. Tapi akhirnya aku lanjutkan saja main internet. Saat keluar dari warnt, aku ngutang ke penjaga warnet yang juga temanku. Karena aku lapar, aku ngutang juga mie bakso Pak Mat yang ada di sebelah warnet.
Bagi yang merasa menemukan dompet di bis mini pada jam 14.00 tanggal 27 September 2014, mohon hubung aku ya. :(
Saat aku berbalik, tiba-tiba muncul seorang remaja cewek dengan baju yang kotor seolah tak pernah dicuci. Pemilik warung bilang kalau dia itu tidak waras. Sialnya, si dia mengikuti aku terus. Karena iseng, kuabadikan saja penampakannya tersebut.
Aku pun menyeberang jalan. Cukup lama aku menunggu di trotoar. Aku yang mau nyyelonong masuk ke rumahnya Nafiz enggan, karena sepertinya dia juga belum pulang dari Surabaya. Penduduk sekitar menghampiriku dan mengajak ngobrol, mungkin kasihan karena dari tadi aku duduk sendiri. Selama hampir setengah jam aku diam melihat lalu lalang kendaraan.
Bis mini berhenti tepat di depanku. Kemudian keluarlah seorang cewek yang tak lain adalah Nafiz. Dia sepertinya tak melihatku yang saat itu sedang menjawab telepon. Belasan menit kemudian aku naik ke rumahnya (naik, karena ada tanjakan menuju rumahnya), setelah sebelumnya ke masjid terdekat untuk membuang cairan tubuh. Di masjid Pliyang ternyata kekurangan air.
Di rumah Nafiz ternyata sudah ada Akhror. Beberapa menit kemudian Rohim, Hasan, Bandi, Afif, dan Nora, Rendi serta Alvin datang. Rapat dimulai. Secara garis besar kami membicarakan persiapan masing-masing rombel (rombongan belajar). Rombelku ada di SDN Tanggumong 2 yang tidak jauh dari tempat rapat.
Beberapa hari sebelumnya aku sudah berkunjung ke SD tersebut untuk berkenalan dengan dewan guru dan kepsek, melihat situasi sekolah, serta menyamakan pikiran pada saat hari inspirasi nanti. Kepala sekolah sangat antusias dengan gerakan ini. Bahkan sepertinya ia ingin agar semua kelas didatangi oleh relawan pengajar. Karena tiap kelas siswanya tak lebih dari 20 orang, dan juga karena antusias yang tinggi dari kepala sekolah dan guru, maka kami memutuskan untuk menggabungkan kelas. Dua kelas jadi satu.
Masalah yang dihadapi tiap rombel relatif sama. Kurang adanya komunikasi dengan relawan pengajar, relawan pengajar yang mengundurkan diri, dan panitia yang serba kekurangan dalam hal jumlah. Rombelku sendiri ada 4 panitia dan 4 relawan pengajar. Sialnya, aku masih belum tau apakah bisa datang pada hari H atau tidak. Hal itu karena hari inspirasi bersamaan dengan pembekalan Praktek Mengajar.
Untuk itu, aku telepon dosen pembina. Dosen pembina yang pertama, bu Henny merespon baik, tapi menyuruhku untuk bilang ke dosen pembina yang ke2, yakni Pak Buna’i. Setelah aku mengutarakan maksudku menelepon, beliau dengan tegas menyuruh aku untuk memilih. Praktek Mengajar, atau Kegiatanku di Sampang.
Dengan berat hati aku bilang pada teman-teman, kalau aku tidak bisa datang pagi saat hari H. Kemungkinan jam 9-an (itupun aku juga masih belum yakin).
Rujak selalu menjadi menu penutup dalam setiap rapat kami. Kali ini rujak mangga. Untuk mengganjal perut yang mulai keroncongan, kulahap saja rujak yang lumayan asam itu. Tak butuh waktu lama, pasukan pelahap rujak berhasil menuntaskan tugasnya memberantas rujak di cobek.
Setelah membicarakan perlengkapan untuk hari H, satu per satu panitia pulang. Aku juga pamit dan menghentikan laju bis mini, merangsek masuk dan berdesak-desakan dengan penumpang lainnya. Rasa capek yang mendera dtambah dengan sempitnya ruang bagiku membuatku susah bernapas. Setelah ruang agak lebar, aku terlelap di bangku bagian belakang, membiarkan angin membelai wajah lusuhku dai balik jendela.
Selama lebih dari setengah jam aku terbuai dalm tidur pendekku. Pamekasan sudah di depan mata. Aku harus terjaga agar tidak ‘telambes’. Aku ambil dompet, mengambil ongkos dan turun tepat di depan kampus. Sejurus kemudian aku hampiri warnet dan bermain dengan internet: membaca manga, facebookan, twiteran, buka emal, blogging dan aktivitas dunia maya lainnya.
Aku terperanjat saat mau meraba celana. Kantong belakang kosong. Dompetku lenyap. Di tas juga tidak ada. Saat itu aku sempat kebingungan. Tapi akhirnya aku lanjutkan saja main internet. Saat keluar dari warnt, aku ngutang ke penjaga warnet yang juga temanku. Karena aku lapar, aku ngutang juga mie bakso Pak Mat yang ada di sebelah warnet.
Bagi yang merasa menemukan dompet di bis mini pada jam 14.00 tanggal 27 September 2014, mohon hubung aku ya. :(
0 Response to "Menunggu dan Kehilangan: H-2 Kelas Inspirasi Sampang"
Posting Komentar
Apa pendapatmu tentang tulisan ini?