
Survey Sekolah, H-4 Kelas Ispirasi Sampang
Pagi buta, selepas sholat subuh, aku melangkahkan kaki menyusuri pematang-pematang sawah. Dengan kaos oblong, kolor dan DSLR, aku mencari objek untuk masuk dalam frame kamera. Setelah sekian lama menggunakan mode program atau auto, kali ini aku akan bereksperimen dengan mode manual. Beberapa objek aku jepret sepanjang perjalanan. Memang tidak begitu bagus, tapi ini baru permulaan. Selanjutnya harus lebih baik lagi.
Kampus menjadi tujuanku selanjutnya. Tentunya setelah aku makan, mandi, dan memakai baju yang rapi. Pengecualian untuk alas kaki, aku hanya memakai sandal jepit. Hari ini aku mau menemui Pak Ghafur, dosen pembimbingku. Kalau tidak salah, hanya tinggal aku saja anak bimbingan pak ghafur yang belum bimbingan sama sekali. Seperti sedang mengadu nasib, aku berjalan dengan sandal jepit menuju Gedung Multicenter, sambil berharap menemukan sepatu di tengah jalan. Do’aku dikabulkan. Tepat sebelum aku masuk ke Gedung Multi Center, Husein menyapaku. Segera aku tujukan pandangan ke arah bawah. Setelah berbasa-basi, aku pinjam sepatunya dan menerobos masuk ke kantor Pak Ghafur. Bimbingan Cuma satu kali, aku langsung diminta untuk mendaftar ujian proposal oleh Pak Ghafur.
Sandal kembali kupakai, dan sepatu pinjaman aku kembalikan ke yang empunya. Berikutnya aku mengunjungi Pak Hafid dan Pak Malhum di kantor Warta. Niatnya sih Cuma mau baca koran sejenak, lalu pergi dengan membawa kamera. Tapi apa mau dikata, mereka memintaku untuk membelikan bubur. Sebagai mahasiswa dan crew yang baik (ehem) aku belikan untuk mereka, itupun setelah berkeliling se-Pamekasan. Bubur tak sempat aku makan, karena aku ada janji sam seseorang di Sampang. Kuberikan saja bubur ayam itu pada kakak tingkat yang kutemui di jalan.
Bis mini membawaku ke Sampang, sebuah kabupaten yang merupakan tempatku berasal. Kota dengan banyak potensi yang masih belum terungkap ke permukaan. Aku bersama mbak Hamida hari ini akan berkunjung ke SDN Tanggumong 2. Disanalah kami akan menanamkan mimpi pada anak-anak bangsa, melalui peran relawan inspirasi dalam gerakan Kelas Inspirasi Sampang (KI Sampang). Aku sendiri termasuk dalam panitia KI Sampang, sedangkan mbak Mida adalah relawan pengajar.
Berbekal motor pinjaman, kami menelusuri wilayah Sampang untuk menemukan SD tersebut. Kami sempat salah jalan. Setelah tanya kepada penduduk rupanya kami harus melewati area pemakaman di sebelah kolam pemandian. Di balik pemakaman itu, tampaklah sekolah sederhana dengan luas yang tak seberapa. Wajah-wajah polos memandang keluar jendela, heran atas kedatangan wajah baru yang belum mereka kenal. Ada juga yang berlarian di depan kelas, mengingatkanku pada masa lalu, saat aku masih seumuran mereka.
Saat kami memasuki ruang guru, disana Cuma ada 3 orang. 2 guru cewek yang sudah berumur, dan satu guru cowok yang memakai pakaian olahraga. Kami ngobrol seputar keadaan sekolah dan hal-hal lainnya. Tak lama berselang, kepala sekolah datang. Kepala sekolah mengaku senang sekali dengan kedatangan kami. Beliau sudah tidak sabar menunggu hari inspirasi.
Kami bicara banyak hal, terutama tentang perbedaan murid dulu dan sekarang, serta perbedaan guru dulu dan sekarang. Paradigma berpikir memang selalu berubah seiring dengan perkembangan zaman. Begitu pun tentang pendidikan. Kadang perubahan itu positif, kadang pula negatif. Saat perubahan itu berdampak negatif, adalah tugas orang terdidik untuk mengembalikan pola pikir ke rel yang benar.
Usut punya usut, ternyata kepala sekolah punya family yang tinggal di desaku, Desa Tambelangan. Kepala Sekolah dan guru lainnya sharing tentang perjalanannya menjadi guru. Ia juga bercerita tentang Sampang yang masih tertinggal dari kabupaten lainnya di Madura dalam bidang pendidikan. Padahal pendidikan adalah pondasi untuk melakukan apapun.
Saat aku tanya tentang perpustakaan, ia mengaku kesulitan untuk merealisasikannya. Buku yang kurang adalah masalah utamanya. Dan sebenarnya, ruang yang kami pakai adalah ruangan perpustakaan, yang karena tak dipakai, dialihfungsikan menjadi ruang guru. Kepala sekolah sangat antusias dan senang sekali saat aku berkata bisa membantu tentang masalah buku. Kebetulan aku sudah 2 kali mendapatkan kiriman buku dari salah satu penerbit, hanya bermodalkan proposal.
Sebelum kami pamit, kami sempat berbaur dengan anak-anak. Mereka senang sekali saat aku menjepret mereka. Awalnya Cuma 3 orang, kemudian belasan anak lainnya berdatangan, mereka juga ingin difoto. Kami berpesan pada mereka agar datang pagi pada hari senin, karena kami akan kembali lagi ke sekolah itu. Mereka mengiyakan dengan sorot mata yang penuh harap, seolah berkata, “Cepetan kesini lag ya kak.”
Mbak Mida masuk ke kelas 6 dan melakukan hal yang sama, menginformasikan bahwa hari senin akan datang orang-orang keren ke sekolah tersebut. Anak-anak kelas lain menonton dari luar dengan penuh tanda tanya. Pertanyaan mereka akan terjawab hari senin, pada saat Hari Inspirasi.
Kami lantas pulang, melewati area pemakaman, dan melaju ke SD Al Muawanah, SD tempat mbak Mida mengajar. Selain menjadi penyiar, mbak Mida juga sukwan di SD tersebut. SD ini berbeda dari SD kebanyakan. Meski baru 2 tahun berjalan, SD ini punya prospek yang bagus. Penataan ruangan dan konsep pengajarannya juga menarik.
Banyak hal yang aku dapatkan hari ini. Bernostalgia dengan masa kanak-kanak, mendapatkan pengalaman dari yang sudah sepuh, serta belajar dari anak-anak yang penuh dengan canda tawa. Sepanjang perjalanan pulang, aku memotret hal-hal menarik. Gambar yang aku dapatkan juga memberikan pelajaran berharga, karena gambar juga bisa berbicara dalam diam.
Kampus menjadi tujuanku selanjutnya. Tentunya setelah aku makan, mandi, dan memakai baju yang rapi. Pengecualian untuk alas kaki, aku hanya memakai sandal jepit. Hari ini aku mau menemui Pak Ghafur, dosen pembimbingku. Kalau tidak salah, hanya tinggal aku saja anak bimbingan pak ghafur yang belum bimbingan sama sekali. Seperti sedang mengadu nasib, aku berjalan dengan sandal jepit menuju Gedung Multicenter, sambil berharap menemukan sepatu di tengah jalan. Do’aku dikabulkan. Tepat sebelum aku masuk ke Gedung Multi Center, Husein menyapaku. Segera aku tujukan pandangan ke arah bawah. Setelah berbasa-basi, aku pinjam sepatunya dan menerobos masuk ke kantor Pak Ghafur. Bimbingan Cuma satu kali, aku langsung diminta untuk mendaftar ujian proposal oleh Pak Ghafur.
Sandal kembali kupakai, dan sepatu pinjaman aku kembalikan ke yang empunya. Berikutnya aku mengunjungi Pak Hafid dan Pak Malhum di kantor Warta. Niatnya sih Cuma mau baca koran sejenak, lalu pergi dengan membawa kamera. Tapi apa mau dikata, mereka memintaku untuk membelikan bubur. Sebagai mahasiswa dan crew yang baik (ehem) aku belikan untuk mereka, itupun setelah berkeliling se-Pamekasan. Bubur tak sempat aku makan, karena aku ada janji sam seseorang di Sampang. Kuberikan saja bubur ayam itu pada kakak tingkat yang kutemui di jalan.
Bis mini membawaku ke Sampang, sebuah kabupaten yang merupakan tempatku berasal. Kota dengan banyak potensi yang masih belum terungkap ke permukaan. Aku bersama mbak Hamida hari ini akan berkunjung ke SDN Tanggumong 2. Disanalah kami akan menanamkan mimpi pada anak-anak bangsa, melalui peran relawan inspirasi dalam gerakan Kelas Inspirasi Sampang (KI Sampang). Aku sendiri termasuk dalam panitia KI Sampang, sedangkan mbak Mida adalah relawan pengajar.
Berbekal motor pinjaman, kami menelusuri wilayah Sampang untuk menemukan SD tersebut. Kami sempat salah jalan. Setelah tanya kepada penduduk rupanya kami harus melewati area pemakaman di sebelah kolam pemandian. Di balik pemakaman itu, tampaklah sekolah sederhana dengan luas yang tak seberapa. Wajah-wajah polos memandang keluar jendela, heran atas kedatangan wajah baru yang belum mereka kenal. Ada juga yang berlarian di depan kelas, mengingatkanku pada masa lalu, saat aku masih seumuran mereka.
Saat kami memasuki ruang guru, disana Cuma ada 3 orang. 2 guru cewek yang sudah berumur, dan satu guru cowok yang memakai pakaian olahraga. Kami ngobrol seputar keadaan sekolah dan hal-hal lainnya. Tak lama berselang, kepala sekolah datang. Kepala sekolah mengaku senang sekali dengan kedatangan kami. Beliau sudah tidak sabar menunggu hari inspirasi.
Kami bicara banyak hal, terutama tentang perbedaan murid dulu dan sekarang, serta perbedaan guru dulu dan sekarang. Paradigma berpikir memang selalu berubah seiring dengan perkembangan zaman. Begitu pun tentang pendidikan. Kadang perubahan itu positif, kadang pula negatif. Saat perubahan itu berdampak negatif, adalah tugas orang terdidik untuk mengembalikan pola pikir ke rel yang benar.
Usut punya usut, ternyata kepala sekolah punya family yang tinggal di desaku, Desa Tambelangan. Kepala Sekolah dan guru lainnya sharing tentang perjalanannya menjadi guru. Ia juga bercerita tentang Sampang yang masih tertinggal dari kabupaten lainnya di Madura dalam bidang pendidikan. Padahal pendidikan adalah pondasi untuk melakukan apapun.
Saat aku tanya tentang perpustakaan, ia mengaku kesulitan untuk merealisasikannya. Buku yang kurang adalah masalah utamanya. Dan sebenarnya, ruang yang kami pakai adalah ruangan perpustakaan, yang karena tak dipakai, dialihfungsikan menjadi ruang guru. Kepala sekolah sangat antusias dan senang sekali saat aku berkata bisa membantu tentang masalah buku. Kebetulan aku sudah 2 kali mendapatkan kiriman buku dari salah satu penerbit, hanya bermodalkan proposal.
Sebelum kami pamit, kami sempat berbaur dengan anak-anak. Mereka senang sekali saat aku menjepret mereka. Awalnya Cuma 3 orang, kemudian belasan anak lainnya berdatangan, mereka juga ingin difoto. Kami berpesan pada mereka agar datang pagi pada hari senin, karena kami akan kembali lagi ke sekolah itu. Mereka mengiyakan dengan sorot mata yang penuh harap, seolah berkata, “Cepetan kesini lag ya kak.”
Mbak Mida masuk ke kelas 6 dan melakukan hal yang sama, menginformasikan bahwa hari senin akan datang orang-orang keren ke sekolah tersebut. Anak-anak kelas lain menonton dari luar dengan penuh tanda tanya. Pertanyaan mereka akan terjawab hari senin, pada saat Hari Inspirasi.
Kami lantas pulang, melewati area pemakaman, dan melaju ke SD Al Muawanah, SD tempat mbak Mida mengajar. Selain menjadi penyiar, mbak Mida juga sukwan di SD tersebut. SD ini berbeda dari SD kebanyakan. Meski baru 2 tahun berjalan, SD ini punya prospek yang bagus. Penataan ruangan dan konsep pengajarannya juga menarik.
Banyak hal yang aku dapatkan hari ini. Bernostalgia dengan masa kanak-kanak, mendapatkan pengalaman dari yang sudah sepuh, serta belajar dari anak-anak yang penuh dengan canda tawa. Sepanjang perjalanan pulang, aku memotret hal-hal menarik. Gambar yang aku dapatkan juga memberikan pelajaran berharga, karena gambar juga bisa berbicara dalam diam.
0 Response to "Survey Sekolah, H-4 Kelas Ispirasi Sampang"
Posting Komentar
Apa pendapatmu tentang tulisan ini?