
Membangun Kesetaraan Gender
Pusat Studi Wanita (PSW) adalah unit yang concern terhadap isu gender. Sebagai langkah untuk membuka wawasan serta memantapkan pemahaman kepengurusan yang baru, maka PSW Sekolah Tinggi Agama Islam Neg eri (STAIN) Pamekasan menggelar “Seminar Metodologi Penelitian Gender”, Kamis (12/2).
Seminar yang dihadiri oleh pengurus PSW, pimpinan dan kepala unit ini mengundang Eni sebagai pemateri. Sejak awal aca ra, Dosen UIN Sunan Ampel Sura baya tersebut sudah menyampai kan pemikirannya tentang peran kaum hawa dalam masyarakat. Menurutnya, ada ketimpangan relasi antara pria dan wanita. Be berapa orang masih menganggap bahwa wanita berada di second line, sehingga terjadi pengekan gan dalam pengembangan potensi diri.
Ia melanjutkan, potensi wanita yang luar biasa sering kali terhalang oleh budaya, yang menganggap wanita tidak perlu mengenyam pendidikan tinggi dan banyak pekerjaan yang tidak patut dilakoni wanita. Budaya seperti itu masih banyak terjadi. Inilah wilayah yang harus dimas uki oleh penelitian gender untuk menyadarkan komposisi peran pria dan wanita.
Eni mengatakan, tujuan pe nelitian berbasis gender adalah terciptanya perubahan sosial berbasis kesetaraan dan keadilan gender melalui penelitian. Penelitian yang dilakukan arahnya menuju perubahan sosial, teruta ma bisa bermanfaat untuk daerah sekitar yang masih sering terjadi ketimpangan gender. Sehingga penelitian gender tidak hanya di tataran deskriptif dan knowledge, namun juga menyentuh pada perubahan masyarakat.
“Bagaimana kita melakukan penelitian, menganalisis sampai pada tujuannya untuk peruba han masyarakat. Jadi tidak hanya knowledge, tidak hanya di tataran wawasan keilmuan, tapi menjadi kan ilmu itu betul-betul berman faat bagi masyarakat,” ujarnya.
Menurutnya, wanita perlu un tuk diberikan kesempatan yang sama dengan pria, baik dalam rumah tangga ataupun wilayah publik. Tidak selamanya wilayah publik itu hanya dikuasai oleh pria, karena banyak wanita mempunyai kemampuan yang setara. Dengan diberikannya kesem patan dan akses untuk wanita, mereka tidak akan merasa ter belenggu dan bisa mengaktual isasikan diri. Hal tersebut harus dibangun melalui kajian-kajian dan penelitian.
Menurutnya, penelitian ber basis gender tidak hanya dibatasi untuk wanita saja, melainkan juga untuk pria. Bahkan banyak para pejuang dan ahli-ahli gender pria, seperti Nazaruddin Umar, Marzuki, Kiai Husein Muham mad, dan Kiai Muhyiddin Abdus Shomad.
“Justru akan efektif menurut saya jika dilakukan bersama oleh pria dan wanita. Kalau bisa pe nelitian kolektif tentang gender di dalamnya ada pria dan wanita. Sehingga gender itu akan terap likasi secara nyata, tidak hanya didominasi wanita,” ujar wanita kelahiran Ponorogo ini.
Ia menyarankan agar lembaga penelitian kampus menyediakan kuota untuk penelitian gender, baik individual maupun kolek tif. Kampus juga bisa melakukan kerjasama dengan pemerintah daerah. Karenanya, komunikasi dengan instansi lain harus terus dilakukan.
"Selain memperluas jaringan, kampus juga akan mempunyai akar kuat kalau mampu memberi kan manfaat pada masyarakat secara luas. Endingnya, untuk pengembangan perguruan tinggi, keilmuannya betul-betul dirasa kan manfaatnya oleh masyarakat, dan bisa bekerjasma dengan in stansi, misalnya mengadakan project untuk pemberdayaan wanita,” pungkasnya. (SNJ)
Tulisan ini dimuat di Tabloid WARTA STAIN Pamekasan Edisi 4 (Juli-Desember 2015) dalam rubrik "Civitas" saat penulis menjadi reporter di tabloid tersebut.
0 Response to "Membangun Kesetaraan Gender"
Posting Komentar
Apa pendapatmu tentang tulisan ini?