Jadi Gelandangan dalam #KompasKampus

Jadi Gelandangan dalam #KompasKampus

Ini adalah ceritaku beberapa hari yang lalu saat mengikuti event #KompasKampus. Event yang diadakan oleh kompas group. Semua berawal dari ketidaksengajaan. Saat berkelana di facebook, aku mendapatkan informasi tentang event ini. Kemudian aku telusuri di website kompas tv. Aku juga mencari di google agar mendapatkan pandangan yang lebih jelas. Satu kata yang bisa aku simpulkan. Event ini “keren”.

Segera aku sebarkan informasi ini ke teman-teman, baik melalui sms atau oral. Banyak yang tidak merespon. Hanya beberapa orang yang bertanya. Dan sedikit lagi yang benar-benar mau ikut. Beberapa hari sebelum Kompas Kampus, aku dan beberapa teman mengajukan Surat Perjalanan Dinas (SPD) ke pihak kampus, berangkat dari LPM Activita. Kampus hanya menyetujui 3 orang saja. Namun kami bertujuh tetap berangkat, tentu dengan biaya yang pas-pasan.

Kamis malam (19/3) kami berangkat menggunakan bis. Tiga jam perjalanan dari Madura ke Surabaya membuat kami kelelahan. Namun perjalanan tetap harus dilanjutkan. Sesampainya di Jalan Jakarta, Surabaya, kami naik angkutan umum menuju UNAIR Kampus C, yang merupakan lokasi acara. Supir dan kernetnya kebetulan orang Madura. Di dalam angkot, kami berdesakan dengan para penumpang yang semuanya memakai seragam orange. Sepertinya mereka adalah petugas parkir.
Entah berapa lama kami di angkot. Dini hari, kami turun di kampus UNAIR. Sialnya, angkot yang kami tumpangi menurunkan kami di kampus B. Entah apakah mereka memang tidak tahu atau sengaja membuat kami ‘nyasar’. Jalan kaki adalah satu-satunya pilihan kami. Tujuh orang mahasiswa dari Madura berjalan kaki tanpa tahu arah, tersesat di daerah orang.

Di saat seperti inilah kemampuan berbicara diperlukan. Karena kami masih punya mulut, kami pun bertanya kepada warga sekitar. Awalnya lancar-lancar saja, karena masih ada beberapa orang di sekitar kampus B. Namun, saat kami berjalan kaki mengikuti arahan warga sekitar, kami tiba di sebuah jalan yang benar-benar sepi. Nyaris tak ada orang disana. Meskipun ada, itupun hanya orang yang sedang berkendara. GPS handphone menjadi pilihan kami untuk menentukan arah.

Singkat cerita, kami sampai di kampus UNAIR berikutnya. Tapi, lagi-lagi bukan kampus yang kami tuju. Kami tiba di kampus A. Setelah bertanya kepada petugas keamanan kampus, ternyata kampus C masih jauh. Katanya, masih 10 kilometer lagi dari kampus A. Lagi-lagi, kami harus berjalan kaki.
Warga yang masih begadang di pinggir jalan tampaknya heran dengan keberadaan kami. Mungkin mereka sudah terbiasa dengan kehadiran 7 manusia harimau di layar kaca. Tapi yang mereka lihat saat itu adalah 7 anak Madura yang berjalan lunglai. Benar-benar perpaduan yang tak menarik antara lapar, letih, marah dan kecewa.

Hujan deras yang turun dari langit Surabaya seolah ingin ikut serta menambah petualangan kami. Karena kami saat itu berada di perumahan elit yang sepi seperti kuburan, kami tak menemukan tempat untuk berteduh. Satu-satunya pilihan adalah berlindung di depan pagar rumah warga. Rumahnya cukup mewah, bahkan ada kamera CCTV di sekitar pintu gerbangnya. Tempat berteduh yang hanya sejengkal membuat kami harus berjuang untuk mengamankan tubuh dari derasnya hujan.
Setelah hampir satu jam hujan mengguyur Surabaya, kami melanjutkan perjalanan. Aku berjalan dengan kaki telanjang untuk mengamankan sepatu dari genangan air di sepanjang jalan raya. Ke-tersesat-an kami tak membuat kami galau. Justru kami menikmatinya, kadang juga bercanda dan tertawa saat mengingat kesialan kami. Bukankah cara terbaik untuk menikmati kesialan adalah dengan menertawakannya?

Pintu gerbang UNAIR kampus C sudah ada di depan mata. Kami langsung saja nyelonong masuk melalui celah yang ada. Karena bingung mau tidur dimana, teras rumah sakit kampus pun kami jadikan tempat tidur. Ada yang menggigil kedinginan. Ada yang berselimutkan sarung dan berbantalkan tas. Ada juga yang masih menyempatkan diri untuk berkeliling kampus seperti aku.
Kisah ini masih akan berlanjut. Tunggu lanjutannya ya. :)

Sekitar pukul 4.30 aku terbangun. Di sebelahku laptop masih menyala dan video player sedang memutar video stand up comedy. Aku ingat, semalam aku tidur sangat larut. Karena tak bisa tidur, semalam suntuk aku begadang dan nonton video di laptop teman. Sepertinya aku hanya tidur 30 menit. Alhasil, mataku masih perih dan panas.

Yang lain pun juga terbangun. Karena sudah subuh, kami berkeliling kampus untuk mencari tempat wudhu atau kamar mandi. Udara masih sangat dingin. Jaketku yang masih basah malah menambah dingn keadaan. Yang lain pun juga menggigil. Kami sudah berkeliling cukup lama, namun tak menemukan satupun kamar mandi. Kalaupun ada, masih dikunci.

Subuh berganti pagi. Kami tiba di sebuah gedung yang pintunya terbuka. Aku dan salah seorang temanku menjelajah ke gedung itu, mencari letak kamar mandi. Setibanya di lantai 2, kamar mandi yang kami rindukan akhirnya muncul. Meski nmanya kamar mandi, aku tak mandi, karena memang tidak membawa sabun dan perlengkapan mandi lainnya. Aku basuh mukaku dengan shower dan berkumur

0 Response to "Jadi Gelandangan dalam #KompasKampus"

Posting Komentar

Apa pendapatmu tentang tulisan ini?

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel