Tradisi Gumbak 24 Pusaka Madura
Di tengah gempuran budaya dari luar, masyarakat Desa Banjar, Kecamatan Kedungdung, Sampang, Madura, masih melestarikan tradisi gumbak.
Balam bahasa Madura, gumbak berarti mengaduk-aduk air sungai sehingga bergelombang untuk mencuci 24 senjata pusaka di malam tanggal 14 dan 17 Dzulhijjah.
Tradisi yang sudah berlangsung selama ratusan tahun itu konon bermula dari dua tokoh sakti yang disebut Buju’ Toban dan Buju’ Kenek. Keduanya ahli membuat senjata sakti dari tanah liat. Senjata yang dibuat oleh dua orang ini berjumlah 50 buah.
Namun yang tersisa di tangan masyarakat hanya 24 senjata. Bentuknya beragam, mulai dari tombak, clurit, pedang, linggis hingga pisau bermata dua. Senjata pusaka ini dikeramatkan dan disimpan di Masjid Banjar.
Setiap tahunnya, upacara gumbak digelar bersamaan dengan upacara bersih desa, yang bertujuan untuk bersyukur dan memohon kemakmuran desa. Tradisi di awali gundeggan, persiapan pemberangkatan senjata, dikuti semua warga desa dan ulama.
Selanjutnya rerembagan (musyawarah) untuk membahas persiapan dan pelestarian tradisi gumbak. Untuk menolak bala, ada juga penyembelihan kambing hitam mulus di tanah Galis. Kurban lalu dibagi ke semua warga untuk ditanam di depan rumah masing-masing.
Selanjutnya adalah okolan (pertarungan tokoh) untuk menentukan dan memilih pembela keamanan desa. Para pemuda yang terpilih menunjukkan kebolehannya dalam beladiri dan melakukan pertarungan satu lawan satu.
Pemenangnya akan menjadi penjaga keamanan desa. Yang kalah mendapat ketupat yang dikalungkan ke lehernya sebagai tanda persaudaraan.
Dalam setiap kegiatan, dzikir dan doa tak pernah lepas dari orang Madura. Pun dalam tradisi gumbak. Setelah okolan, ulama memimpin warga untuk bertafakkur dan taqarrub, melantunkan dzikir dan doa agar mendapat keberkahan. Nasi tumpeng pun dibagikan ke warga sesudahnya.
Upacara bacemman yang dilakukan selanjutnya adalah penyucian dan pembersihan 24 senjata pusaka. Senjata dicuci, diasapi dengan kemenyan, dan dibawa berkeliling di beberapa tempat yang dikeramatkan sambil meliuk-liukkan badan, dengan iringan tabbuwan colo (semacam musik acapella), dilanjutkan dengan tarian kenca.
Tempat yang dikeramatkan di antaranya Masjid Berguh, Somor Saronen, Buju’ Tobban, Buju’ Klebun Kene’, Buju’ Karim, Glidhigen dan rumah juru kunci Mak Ramah.
Dan tradisi gumbak pun diakhiri dengan terbangan (musik rebana) yang diiringi dengan tarian hadrah jidhor. Setelah semua proses dijalani, 24 senjata pusaka akhirnya dikembalikan ke tempat penyimpanan semula di Masjid Banjar.
Tulisan ini dimuat di Koran Surya dalam rubrik “Citizen Reporter” edisi Senin, 7 September 2015. Tulisan ini juga telah tayang di surya.co.id dengan judul Tradisi Gumbak 24 Pusaka Madura, https://surabaya.tribunnews.com/2015/09/06/tradisi-gumbak-24-pusaka-madura.
0 Response to "Tradisi Gumbak 24 Pusaka Madura"
Posting Komentar
Apa pendapatmu tentang tulisan ini?